Minggu, 25 September 2011

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Agus Hasan Bashori
(Pemred majalah Islam Internasional Qiblati)

Natal bagi orang Kristen adalah agama dan akidah bukan sekedar budaya, Orang yang mengatakan natalan adalah non ritual maka ia didustakan oleh setiap orang Kristen, pemilik ritual itu sendiri.

Dengan demikian memberi ucapan selamat kepada orang kafir atas ritual agama tersebut hukumnya haram, secara sepakat. Seperti yang dikutib oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ahkam ahli ad-dzimmah. Mengapa haram? Karena ucapan selamat berisi ridha dan pengakuan terhadap syiar-syiar kekufuran mereka. Allah berfirman:

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ… (الزمر:7 )

“Jika kalian kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridlai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridlai bagimu kesyukuran kalian itu… “(Az-Zumar: 7).

Allah telah menyempurnakan agama Islam ini untuk orang-orang yang mengimaninya:

ِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (المائدة:3)

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah 3).

Allah tidak menerima agama selain Islam, dan ritual agama di luar Islam:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (آل عمران:85)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (ali Imran 85)

Allah berfirman tentang salah satu sifat mukmin sejati:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا” (سورة الفرقان، 72)

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Al-Furqan: 72)

Al-Hafizh ibn Katsir berkata: “Abul-Aliyah, Thawus, Muhammad ibn Sirin , Dhahhak, dan Ar-Rabi’ ibn Anas serta yang lain (dari para tabi’in, murid para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) mengatakan:

((لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ)) maksudnya: “tidak menyaksikan (menghadiri) kebatilan yaitu hari-hari raya kaum musyrik”

Orang-orang mukmin telah cukup dengan apa yang Allah syariatkan dalam Islam. Abu Daud dan Nasai meriwayatkan dari Anas Radhiallahu ‘Anhu bahwa saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba di Madinah beliau mendapati mereka memiliki 2 hari raya yang mereka bermain bergembira di dalamnya maka Nabi bersabda:

(قَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ تَعَالَى بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ اْلفِطْرِ وَاْلأَضْحَى)

Allah telah mengganti kedua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu idul fitri dan idul adhha.”
Al-Hafizh ibn Hajar berkata: dari hadits ini bisa disimpulkan bahwa merasa senang dengan hari raya orang musyrik dan menyerupai mereka adalah dibenci (dalam Islam).”

Karena itu orang mukmin adalah orang yang paling menjauhi syirik dan segala ritual, syiar dan simbolnya.

Para ulama Islam pengikut madzhab empat telah menyatakan bahwa menyaksikan (menghadiri) hari raya orang musyrik adalah haram. Khalifah Umar yang kita diperintah oleh Rasulullah untuk mengikutinya, karena sunnahnya adalah sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

: «لاَ تَدْخُلُوا عَلىَ الْمُشْرِكِيْنَ فِي كَنَائِسِهِم يَوْمَ عِيْدِهِمِْ؛ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَنْزِلُ عَلَيْهِمْ»،

Janganlah kalian masuk ke dalam orang-orang musyrik di gereja-gereja mereka pada hari raya mereka sebab kemurkaan turun atas mereka.”

Amirul mukminin Umar Radhiallahu ‘Anhu juga berkata bahwa orang-orang musyrik baik ahli kitab maupun non ahli kitab adalah musuh-musuh Allah, wajib kita jauhi mereka dalam hari raya mereka:

اِجْتَنِبُوْا أَعْدَاءَ اللهِ فِي أَعْيَادِهِمْ

“Jauhilah musuh-musuh Allah itu dalam hari raya-hari raya mereka.” (HR Baihaqi dengan sanad shahih)

Untuk Muslim Indonesia, alhamdulillah sudah ada fatwa MUI tahun 1981. Juga ada Seruan Majelis Ulama Daerah Khusus Ibukota Jakarta Kepada Ummat Islam Dki Jakarta Dalam Menghadapi Hari Natal.

Dengan demikian hendaklah bertakwa kepada Allah para ahli ilmu yang mengelabuhi umat Islam dengan mengatakan bahwa:

  1. Mengucapkan selamat natal adalah non ritual, bahkan mu’amalah.
  2. Mengucapkan selamat natal dibolehkan oleh jumhur ulama kontemporer.
  3. Mengucapkan selamat natal bagian dari toleransi Islam dan akhlak mulia serta sikap adil dan birr kepada ahli kitab. Sesungguhnya yang mengucapkan salah satu dari ini adalah orang liberal atau alim yang bukan ulama ahlussunnah waljama’ah, alim yang banyak bergaul dengan ahli kitab, atau alim yang tergelincir, atau alim dalam pendapatnya yang lama, atau kutipan yang salah dari alim tertentu, atau sengaja menfitnahnya.

Kepada saudara-muslim saya wasiatkan: terapkanlah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam dirimu:

“mintalah fatwa pada hati kecilmu, meskipun orang-orang memberi fatwa padamu. Dan mereka memberi fatwa padamu.” Tanyakan pada hatimu apakah hari raya seperti idul fithri dan idul adhha adalah ibadah bagi umat Islam? Apakah hari raya seperti Natal ibadah bagi umat Kristen? Jika hati kecil mengatakan “Ya ritual (ibadah) maka tinggalkanlah. Ucapkan dengan tekad bulat ”

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Bagimu agammu dan bagiku agamaku.”

Diperbolehkan mengcopy artikel ini dengan syarat:
menjaga Amanah ilmiah dan mencantumkan link berikut:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar