Oleh bidadari_Azzam
Segala puji bagi Allah ta’ala, Rabb seru sekalian alam. Shalawat serta salam tercurah kepada baginda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, para sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, lebih populer berupa limbah padat, disebut sampah. Selain mengingatkan tentang memahat rasa malu dalam jiwa serta senantiasa cinta kepada Allah ta’ala sebagai ‘tameng’ untuk menjaga diri agar terhindar dari maksiat, Ibnul Qayyim Al-Jawziyyah menasehati murid-muridnya untuk menghindari “Limbah diri”.
Berdasarkan pelajaran dari Ibnu Qayyim al-Jawziyyah itu, ada sepuluh hal yang terbuang alias menjadi limbah dari sosok-sosok hamba-Nya yang lemah, sebagaimana diri pribadi kita, yaitu:
1. Pengetahuan, Terbuang percuma ketika hanya sebatas ‘tahu’, tidak memperdalam agar menjadi lebih paham, tidak pula bertindak, tidak mengamalkan pengetahuan tersebut, bahkan tidak peduli pada orang lain yang belum berpengetahuan.
2. Amalan kita, Ternyata bisa ‘terbuang’ jika dilakukan dengan ‘harap-harap pamrih’ alias tidak tulus ikhlas.
3. Harta Kekayaan, memang sudah pasti ‘terbuang’, tak dapat dibawa mati. Namun bila uang, status kedudukan dan memiliki kekuasaan lalu dipergunakan untuk kemuliaan Islam dan ummat, dibelanjakan dengan penuh manfaat, dan beragam ‘tabungan akhirat’, insya Allah akan ‘bebas limbah’, yang didapat adalah perbekalan buat kehidupan akhirat.
4. Hati, hati kita terbuang karena kosong, menjadi limbah ketika jauh dari kasih sayang Allah ta’ala. Seharusnya perasaan kerinduan untuk senantiasa pergi kepada-Nya, berada di jalan-Nya dan perasaan damai serta kepuasan, penuh kesyukuran atas segala peristiwa skenario-Nya. Astaghfirrulloh, hati kita dipenuhi kebimbangan, kerinduan dengan sesuatu atau orang lain.
5. Tubuh ini, jasad terbuang sebelum ‘benar-benar terkubur’ karena kita tidak menggunakannya untuk beribadah, padahal semua aktivitas si tubuh harus diniatkan karena-Nya, sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.
6. Cinta, jangan sembarang melukiskan maknanya, cinta emosional kita seringnya salah arah dan menjadi limbah, bukan cinta kepada Allah SWT, tetapi cinta terhadap sesuatu, impian nan berlebihan atau kepada orang lain. Padahal duhai diri, seharusnya cinta kepada-Mu selalu diutamakan, cinta kepada hal lain hanyalah nomor urut sekian dan sekian, sebagai sarana meningkatkan kualitas kecintaan kepada Sang Maha Cinta.
7. Waktu, ia termahal, dan paling sering terbuang, tidak digunakan dengan benar, lalu berteriak, “Oh, bagaimana ini? Adakah kompensasi untuk penggantian waktu itu?
Bagaimana mengulang yang telah berlalu?”. Duhai diri, tiada hal yang bisa mengulangi waktu—detik terus berdetak, mari jalankan amanah, dengan melakukan apa yang benar, memperbaiki diri terus-menerus untuk menebus perbuatan masa lalu, kelamnya hal buruk semoga tak terulang.
8. Akal kita, bisa jadi tiada guna alias terbuang pada hal-hal yang tidak bermanfaat, yang merugikan masyarakat dan individu, mencomot harta rakyat ketika ‘berkolusi dan memperkuat sindikat’, bukan mengasah kecerdasan agar membawa manfaat untuk izzah ummat, bukan menjadikannya sebagai sumber renungan dan peningkatan kualitas diri.
9. Pelayanan atau service, terbuang percuma ketika kita melayani keluarga, teman-teman, kerabat, dan sesama manusia namun ternyata hal tersebut tidak membawa kita makin dekat dengan Allah, atau hanya manfaat dunia ‘yang diimpikan’, padahal kita adalah ‘pelayan’ Allah, hamba-Nya, yang keseluruhan jiwa raga ini adalah milik-Nya. Seringkali kita lupa, merasa ‘sok hebat’ dengan memerintahkan Allah untuk selalu mengabulkan apa-apa yang kita mau, Allah limpahkan segala anugerah-Nya dari sejak kita berada dalam kandungan bunda, kalau banyak kesulitan ‘mengadu dan bersimpuh’ untuk minta dimudahkan-Nya, sedangkan kalau sedang gembira, bersuka cita dalam gelimang tawa tanpa mengingat-Nya, dan kita makin besar kepala, Astaghfirrullohal’adzim…
10. Dzikir, yang kita ‘dzikir’-kan itu terbuang kalau bukan dzikrulloh, karena tidak mempengaruhi kita, tak ada efek buat jiwa kita. Padahal seharusnya tatkala melihat kebesaran-Nya, memandang semua sudut alam-Nya, merasakan angin sejuk dan mentari nan hangat, dan mempergunakan indera lainnya, saat itu selalu ada dzikrulloh, dzikir kepada Sang Maha Kuasa tentu menentramkan jiwa, membuahkan kedamaian.
"Allah mempersiapkan pengampunan dosa dan ganjaran yang mulia bagi kaum muslimin dan muslimat yang berdzikir." (QS. Al-Ahzab [33] : 35)
Ampuni kami Ya Allah, kami tentunya tak ingin membawa limbah saat hari perhitungan kelak, bimbinglah diri ini Duhai Ilahi, hanya kepada-Mu kami memohon ampunan, dan perlindungan sepanjang masa.
Tatkala Allah ta’ala mengingatkan kita pada ayat-Nya,
(Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji." (QS. Ali-‘Imran [3] : 8-9)
Semoga kita dapat membenahi diri agar bekal buat akhirat senantiasa bersih dari limbah diri, saya ungkapkan pada diri sendiri, “tetaplah optimis sesulit apapun tugas yang dijalani, karena upah-Nya adalah cinta…”, wallahu’alam bisshowab.
(bidadari_Azzam, @ Krakow, akhir syawal 1432 H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar