Sabtu, 21 Mei 2011

Thuma’ninah dalam Shalat, Badan pun Sehat

Suatu ketika Rasululloh berada di dalam masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para shahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasululloh dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, “Sahabatku, engkau tadi belum shalat!” Betapa kagetnya orang tadi mendengar perkataan Rasululloh. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasululloh. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, “Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat.” Lagi-lagi orang itu kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasululloh. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

Namun seperti sebelumnya, Rasululloh menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, “Wahai Rasululloh, demi Alloh yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!”

“Sahabatku,” kata Rasululloh dengan tersenyum, “Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakhbirlah, kemudian bacalah al-Fatihah dan surat dalam al-Qur’an yang engkau pandang paling mudah. Lau, rukuklah dengan tenang (thuma’ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukan seperti itu pada setiap shalatmu.”

Kisah dari Mahmud bin Rabi’ Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar “benar” gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan thuma’ninah, tenang, dan khusyuk.

Kekhusyukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Alloh menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus-menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu sangat beralasan bila Rasululloh menganggap “tidak shalat” orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak thuma’ninah).

Hikmah gerakan shalat yang dicontohkan Rasululloh sarat akan hikmah dan manfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, thuma’ninah serta istiqomah (konsisten dilakukan).

Gerakan shalat dapat melenturkan urat syarat dan mengaktifkan system keringat dan system pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan listrik negative dari tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan tinggi, serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).

Kita dapat menganalisis kebenaran sabda Rasululloh dalam kisah awal. “Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakhbirlah. “Saat takbir, Rasululloh mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar dengan bahu-bahunya. (riwayat Al-Bukhari dari Abdulloh bin Umar). Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Apa hikmahnya? Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

“Rukuklah dengan tenang (thuma’ninah).” Ketika rukuk, Rasululloh meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut. (riwayat al-bukhori dari Sa’ad bin Abi Waqqash). Apa hikmahnya? Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas system keringat yang terdapat di punggung, pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan syaraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata menghadap ke tempat sujud.

“Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak.” Apa hikmahnya? Saat berdiri dari dengan mengangakat tangan, darah dari kepala aka turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah pingsan tiba-tiba.

“Selepas itu sujudlah dengan tenang.” Apa hikmahnya? Bila dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata, telinga, leher, dan pundak, serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan pembuluh darah di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.

“Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang.” Apa hikmahnya? Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan system elektrik serta syaraf keseimbangan tubuh kita. Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Subhanalloh!

Semua gerakan diatas mengandung hikmah kesehatan asal pengerjaannya memenuhi syarat thuma’ninah. Dengan kata lain, orang yang tidak melaksanakan dengan thuma’ninah dalam shalatnya, selain dianggap belum shalat, juga tak bias merasakan nikmat tambahan kesehatan ini. Karena itu, laksanakan thuma’ninah, namun tetap dengan niat karena Alloh. Wallahu a’lam


Dinukil dari majalah elfata edisi 01 volume 7 tahun 2007



Tidak ada komentar:

Posting Komentar